PERGERAKAN KADER IMM DI ERA MILENIAL



Oleh: IMMawan Safry Andi

Belakangan ini sering sekali terjadi pergolakan demi pergolakan di Nagara ini, namun dari setiap pergolakan tersebut sudah bisa dipastikan imbasnya kepada masyarakat sipil, padahal yang menimbulkan pergolakan demi pergolakan tersebut bukanlah mereka, dan tatkala yang berbuat tersebut adalah para kaum elit pemerintahan baik dari bawahan hingga keatasannya, baik dari ruang lingkup terkecil RT/RW, Lurah, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dan Negara itu sendiri.

Mereka berbuat seolah-olah seperti untuk kepentingan rakyat namun dibalik itu semua jauh lebih suram dan lebih menyakitkan lagi bagi masyarakat sipil, ternyata apa yang mereka perbuat dengan mengatas namakan rakyat tersebut hanyalah topeng belaka, yang sewaktu-waktu akan terungkap juga wajah aslinya.

Namun jikala topeng tersebut seram dan menyeramkan sehingga masyarakat biasa akan merasakan ketakutan seperti anak kecil yang bertemu dengan badud yang menakutkan yang membuat anak kecul tersebut troma untuk bersamanya, bahkan untuk melihatnya saja mereka merasa ketakutan

Namun ketakutan demi katakutan tersebut bisa di pudarkan dikala ia bisa melawan dirinya sendiri untuk memberanikan diri menghadapinya 
Anak kecil disini sengaja kami kedepankan sebagai percontohan mahasiswa sekarang ini, dan badut yang seram tersebut kami ibaratkan Pemerintah yang angkuh terhadap jabatan dan kemaun pribadinya masing-masing.

Sungguh mengkhawatirkan sekali kaadaan Mahasiswa dan Pemerintahan hari ini mereka bisa berteman bahkan bergandeng tangan namun tatkala pertemanan itu terkadang menyuramkan sebab kadang-kadang pemerintahan itu memang betul-betul menakutkan si anak kecil dengan menggunakan  jabatan dan kekuasaannya bahkan sebagian pejabatkita malah menggunakannya untuk menakut-nakuti sianak kecil Mahasiswa tersebut.

Namun karena mahasiswa yang sudah tidak lagi pada dirinya yang sesungguhnya, mereka malah lari terbirit-birit tanpa menyadari bahwa dialah yang lebih kuat dibandingkan sibadut pemerintahan tersebut, dan tidak jarang pula dalam prakteknya sianak kecil mahasiswa yang cengeng ini malah menangis dan membiarkan diri tetap diam ditempat sehingga membiarkan dirinya untuk di bawa oleh si badut Pemerintahan kemana dia pergi. 

Maka pada kesempatan ini sungguh sangat di butuhkan pergerakan kader militan dalam mendudukan permasalahan yang sedang terjadi di Negara ini.

Seperti halnya gerakan mahasiswa yang terjadi di Indonesia. Sejak zaman pra kemerdekaan hingga sekarang, gerakan mahasiswa di Indonesia bersandar pada momentum. 

Zaman pra kemerdekaan, gerakan mahasiswa ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi modern pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Di mana pada masa pemerintahan kolonial, tenaga-tenaga rakyat Indonesia dihisap dan dipaksa bekerja tanpa ampun dengan sistem penjajahan yang memaksa bangsa Indonesia menjadi budak di negerinya sendiri. 

Dan untuk memaksimalkan penindasan yang mengeruk kekayaan alam Indonesia sampai kedasar-dasarnya, mereka (pemerintahan kolonial) membangun sekolah-sekolah yang bisa melahirkan tenaga-tenaga ahli baru yang kelak akan dipergunakan kembali oleh mereka.

Maka dari paparan latarbelakang diatas tampak bahwasannya pergerakan mahasiswa ini muncul dikarenakan momentum-momentum yang selalu merugikan kepada masyarakat kebanyakan.

Terlepas dari itu semua tidak akan jauh berbeda dengan pergerakan mahasiswa pada saman ini, yang hanya saja waktu dan situasi yang berbeda sehingga pergerakannya ada sedikit perubahan.

Dari sedikit perubahan tersebut penulis sangat tertarik sekali untuk mengangkat tulisan ini sebagai komentar terhadap pergerakan mahasiswa hari ini terutama pergerakan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dengan judul  “Pergerakan Kader IMM Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau di Era Milenial”


Sejarah Pergerakan IMM
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan organisasi otonom Muhammadiyah yang mewadahi mahasiswa. Organisasi ini bergerak dalam wilayah kegamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berdiri pada 14 Maret 1964 oleh Djazman Alkindi. 

Lahirnya bertepatan dengan situasi bangsa yang sedang goncang. Maraknya paham komunisme yang melanda negeri ini seperti adanya PKI, membuat terombang-ambingnya ideologi negara yakni Pancasila. 
Kondisi internal umat Islam pada waktu itu juga mengalami masa-masa yang kurang religius. 

Muhammadiyah sendiri, amal usahanya masih jarang berdiri perguruang tinggi. IMM lahir di samping untuk mewadahi kader-kader Muhammadiyah jenjang mahasiswa, juga untuk ikut andil dalam perbaikan kondisi bangsa pada waktu itu. 

Awal berdirinya, kegiatan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) hanya mengadakan pengajian dan kegiatan sosial.
Seiring berjalannya waktu, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) mengepakkan sayapnya ke dalam beberapa agenda, sesuai dengan program kerja masing-masing bidang. 

Bidang diantaranya bidang organisasi, kader, keilmuan, hikmah, sosial masyarakat, Immawati, tabligh dan media komunikasi.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) juga merupakan organisasi pergerakan. 

Keterlibatan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dalam penyikapan permasalahan bangsa sering diungkapkan melalui diskusi, aksi jalanan, audiensi dengan pemerintahan setempat, menulis di media massa, pemberdayaan masyarakat dan lain sebagainya.

Kabupaten Kuantan Singingi merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki masyarakat Muhammadiyah yang ada di Provinsi Riau yang juga memiliki mahasiswa dari berbagai Universitas. 

Jadi Kegiatan kemahasiswaan di Kabupaten Kuantan Singingi ini cukup terlihat seperti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Diantaranya latihan dasar kepemimpinan, pecinta alam, diskusi, seminar, dan lain sebagainya. 

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Kabupaten Kuantan Singingi adalah sebagai organisasi ortonom bagi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Kuantan Singingi, sehingga anggaran dana kegiatan dapat di peroleh dari Pmpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Kuantan Singingi.

Sebagai organisasi mahasiswa, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menyalurkan aspirasi mahasiswa dan Masyarakat kepada para pemangku jabatan di pemerintahan daerah setempat. Adanya penyaluran aspirasi mahasiswa ini dirasa adanya nilai-nilai demokrasi yang dilaksanakan di tubuh IMM.

Nilai-nilai demokrasi diantaranya kebebasan (berpendapat, berkelompok, berpartisipasi), menghormati orang atau kelompok lain, kerjasama, kesetaraan, persaingan dan kepercayaan. Pentingnya aktivitas dalam kegiatan organisasi yang didukung dengan pemahaman nilai-nilai demokrasi diharapkan akan mampu mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi.

Pergerakan Mahasiswa
Pergerakan mahasiswa Indonesia tidak berbeda dengan sejarah gerakan mahasiswa lainnya diberbagai belahan dunia manapun. 

Gerakan mahasiswa yang didominasi oleh pemuda yang memang memiliki watak muda menginginkan adanya suatu perubahan yang cukup signifikan dalam suatu pemerintahan rezim yang berkuasa. 
Dan hampir seluruh gerakan mahasiswa yang ada di belahan dunia manapun tidaklah dilakukan secara matang tapi lebih dikarenakan adanya suatu momentum. 

Jadi tidak salah jika banyak orang yang akhirnya menyimpulkan bahwa gerakan mahasiswa hanya bersandar pada momentum semata, bukanlah atas kesadaran dan telah dipersiapkan secara matang.
Seperti halnya gerakan mahasiswa yang terjadi di Indonesia. 

Sejak zaman pra kemerdekaan hingga sekarang, gerakan mahasiswa di Indonesia bersandar pada momentum. Zaman pra kemerdekaan, gerakan mahasiswa ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi modern pada masa pemerintahan kolonial Belanda. 

Di mana pada masa pemerintahan kolonial, tenaga-tenaga rakyat Indonesia dihisap dan dipaksa bekerja tanpa ampun dengan sistem penjajahan yang memaksa bangsa Indonesia menjadi budak di negerinya sendiri.

Dan untuk memaksimalkan penindasan yang mengeruk kekayaan alam Indonesia sampai kedasar-dasarnya, mereka (pemerintahan kolonial) membangun sekolah-sekolah yang bisa melahirkan tenaga-tenaga ahli baru yang kelak akan dipergunakan kembali oleh mereka. 

Misalnya, seperti sekolah militer yang dibangun di Semarang pada tahun 1819. Belanda membutuhkan militer untuk alat menindas yang akan menjadi sekrup-sekrup kapitalisme.

Baru kemudian setelah itu, Belanda membuka sekolah-sekolah umum seperti Sekolah Tinggi Leiden (1826), Institut Bahasa Jawa Surakarta (1832), Sekolah Pegawai Hindia-Belanda di Delft (1842), Sekolah Guru Bumiputra di Surakarta (1852).1 Sekolah-sekolah ini jelas-jelas dibuka untuk tangan-tangan pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda, dan sekolah-sekolah ini tentu saja hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan pegawai Tinggi Pribumi. 

Selain membuka sekolah-sekolah tinggi, di Hindia mulai dibangun sekolah dasar tetapi sekali lagi khusus untuk golongan Belanda dengan membuka sekolah dasar yang sekuler di Weltervreden pada 24 Februari 1817.  

Dan baru 1871 bersamaan dengan liberalisme di Hindia Belanda dikeluarkan UU Pendidikan pertama, pendidikan dan pengajaran semakin diarahkan bagi kepentingan Bumiputra.  Dan hingga tahun 1850 telah terdapat lebih kurang 562 sekolah dasar yang mana setengahnya dikuasai oleh Belanda dan swasta.

Seiring dengan pekembangan liberalisme di Hindia Belanda yang ditandai dengan disahkan UU Pokok Agraria yang memberikan keleluasaan kepada modal swasta Belanda masuk ke Hindia Belanda mau tidak mau pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam pembangunan sistem kapitalisme. 

Dengan kedok Politik Etis, dibukalah sekolah-sekolah dasar sampai sekolah tinggi bagi pribumi yang tujuan pokoknya adalah sebagai tenaga-tenaga bagi industrailisasi modal-modal swasta Belanda di tanah jajahan.


seiring dengan prinsip liberalisme dimana koloni bukan hanya sebagai penghasil produkproduk yang menguntungkan seperti kopi, teh, gula, tembakau, tetapi juga sumber suplai bahan mentah seperi baja, minyak, batu bara, dll bagi industrialisasi di Belanda.  

Sumber-sumber bahan mentah tersebut sebagian besar ada diluar Jawa sehingga banyak membutuhkan tenaga-tenaga kerja baru, maka bergandenganlah program politik etis edukasi, irigrasi dan emigrasi untuk mengekploitasi sumber bahan mentah tersebut.

Dengan dibukanya sekolah-sekolah tersebut, semakin membuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia pada masa itu untuk mengetahui tentang dunia luar, perkembangan teknologi dan bahkan sampai kepada teori-teori tentang pentingnya nasionalisme bagi rakyat Pribumi. 

Perluasan pengajaran tingkat atas mulai terjadi secara berangsur-angsur.
Dan pada tahun 1902 didirikanlah STOVIA, dimana Tirto Adi Suryo yang merupakan pelopor pendiri organisasi modern pertama Indonesia adalah jebolan atau tamatan dari sekolah ini. 

Disusul kemudian NIAS pada tahun 1913 yang setahun kemudian menjadi sekolah kedokteran hewan. Dan pada tahun 1927 sekolah kedokteran diubah menjadi GHS (Geneeskundige Hoogeschool).
Sedangkan untuk perguruan tinggi sendiri belumlah muncul di Nusantara. 

Hanya beberapa pribumi yang mampu dan kaya yang mampu mengirimkan anaknya untuk bersekolah di Eropa.  Namun setelah kepulangan mereka dari Eropa, mereka malah menjadi bibit-bibit baru yang siap untuk mendobrak penindasan yang selama ini telah mengakar dan menghisap setiap tetes keringat bangsa Indonesia. 

Politik Etis akhirnya menjadi senjata balik atau menjadi bumerang balik bagi kaum kolonial pada masa itu. Bukannya menjadi taktik yang menguntungkan. Karena pada awalnya Politik Etis hanya untuk mendapatkan tenaga terdidik yang murah dari masyarakat pribumi.

Berjamurnya sekolah-sekolah yang ada di Nusantara pada saat itu juga turut mendorong munculnya organisasi-organisasi modern di Indonesia. 

Organisasi yang pertama kali muncul adalah Sarekat Priyayi pada tahun 1906. Pendirinya pada saat itu adalah Tirto Adi Suryo yang merupakan jebolan dari STOVIA. 

Dalam perkembangannya Sarekat Priyayi berkembang pesat menjadi sebuah organisasi modern pertama Nusantara yang memiliki semangat kebangsaan yang besar dalam melawan kolonialisme pada saat itu. 
Akan tetapi keberadaan organisasi ini pun tidak terlalu lama. 

Sarekat Priyayi akhirnya hancur dan bubar. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah meletakkan kepemimpinan kepada kaum priyayi sebagai unsur yang dianggap mampu untuk melakukan perubahan. 

Golongan priyayi ini merupakan golongan yang beku, yang hanya mengharapkan kedudukan dari gubermen, impian-impian mereka hanya sebatas pada kenaikan gaji dan kenaikan pangkat yang dunia pikirannya berlindung di bawah kewibawaan gubermen. 

Tampa kewibawan, mereka tidak ada artinya. Sedangkan sifatnya yang paling progresif adalah gonta-ganti istri, sebelum kawin ‘sesungguhnya’, sebagai latihan, para priyayi-priyayi ini melakukan ‘gladi bersih’ dengan menikahi perempuan dari keturunan orang kebanyakan. Kegagalan Sarikat Priyayi juga dikarenakan ketidakmampuan menggerakkan kaum priyayi yang sudah mapan dan tidak mau bergerak tanpa restu pemerintah.

Setelah kegagalan itu, mulai tumbuh satu benih baru dalam perjuangan rakyat Nusantara. Tahun 1908 berdirilah Boedi Oetomo dengan tokoh-tokohnya antara lain E. Douwes Dekker dan Wahidin Soediro Hoesodo. Sama seperti Sarikat Priyayi, Boedi Oetomo juga dipelopori oleh pemuda dan mahasiswa yang berada di STOVIA. 

Dalam sejarah resmi Indonesia, Boedi Oetomo dikatakan sebagai organisasi modern pertama Nusantara. Sejalan dengan perkembangannya, Boedi Oetomo bergerak hanya dalam kawasan terbatas di Jawa dan Madura. Namun akhirnya gerakan ini meluas ke seluruh Hindia. 

Cita-cita Boedi Oetomo saat itu masih hanya diterapkan tentang rasa nasionalisme terhadap Hindia melawan penjajahan kolonialisme Belanda.
Boedi Oetomo memandang bahwa intelektualitas dan budaya merupakan bagian dari jati diri sebuah bangsa dan dari sanalah maka kebijakan dan wawasan terhadap bangsa ditumbuhkan. 

Keberadaan Boedi Oetomo yang lahir pada masa penjajahan kolonial yang berkarakter menindas, menghisap dan tidak memberikan hak kepada kaum pribumi untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik yang menyangkut nasib bangsanya sendiri membuat Boedi Oetomo tidak hanya disenangi oleh kaum muda tapi juga mendapat simpati luas dari masyarakat Hindia. 

Dan ketika itu, posisi pelajar menjadi tergeser oleh generasi yang lebih tua. Dan saat kongres Boedi Oetomo dibuka di Yogyakarta, pimpinan organisasi beralih kepada golongan tua dan terutama kaum priyayi rendahan. 

Banyak dari mereka meluaskan pendidikan Barat dan terutama kepada pengetahuan terhadap Bahasa Belanda yang merupakan sebagai suatu syarat untuk bisa memasuki jenjang kepegawaian pemerintahan kolonial. Hal ini menyebabkan organisasi menjadi semakin lemah dan mengulang kembali sejarah terdahulu yang salah yang meletakkan kepemimpian ditangan kaum priyayi.

Bahkan sekolah-sekolah yang didirikan oleh Boedi Oetomo pun ikut memasukkan kurikulum sekolah dasar Belanda dengan penyesuaian pada kondisi asal murid dan mendapat subsidi dari pemerintahan colonial.
Setelah dua organisasi di atas, mulai menjamurlah organisasi-organisasi modern di Indonesia. 

Sarekat Priyayi setelah bubar berubah menjadi Serikat Dagang Islamiah (SDI) dengan basis utamanya kaum pedagang yang kemudian berkembang menjadi SI dan dalam perkembangan selanjutnya sebagai embrio dari PKI. 

Organisasi ini bukan hanya sebagai wadah bagi masyarakat Pribumi untuk melakukan perlawanan terhadap pedagang-pedagang Cina yang pada masa itu menguasai hampir setiap pintu masuk perdagangan Nusantara. 

Organisasi ini juga merupakan wadah bagi masyarakat pribumi untuk melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penghinaan yang dilakukan terhadap masyarakat. SI tidak lagi bersifat elitis seperti Sarikat Priyayi. Hampir setiap lapisan masyarakat bisa menjadi anggotanya. 

Bercermin dari organisasi-organisasi terdahulu yang mana mereka memang betul-betul bergerak untuk melawan penjajahan yang telah menjajah masyarakat semesta, dan hari ini mungkin itu yang sudah mulai berubah ini semua besar kemungkinan disebabkan oleh sudah tidak beradanya mahasiswa pada posisi yang sebenarnya sehingga mereka terombang ambing oleh ke asikan dunia yang serba canggih sekarang ini.

Apatalagi diera milenial sekarang ini pergerakan mahasiswa terutama Kader IMM seharusnya lebih jeli lagi dalam menyikapi panca robah Zaman ini, sebab Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dituntut untuk melakukan pembaharuan demi pembaharuan sebagaimana pembagian dari setiap bidang yang ada didalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) itu sendiri.

Seharusnya setiap bidang yang ada pada tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berjalan sesuai poksinya masing-masing sepertihalnya: 

Bidang organisasi. bidang organisasi seharusnya bisa membawa Organisasi ini untuk menyesuaikan dirinya dengan Zaman sehingga tidak ada lagi ceritanya IMM ketinggalan zaman, sungguh sangat disayangkan sekali apabila organisasi yang terstrukturini hanya tinggal namanya saja.  

Bidang kader. Bidang kader seharusnya bisa memantau dengal lebih jelas lagi mana kader-kader yang memang berkompeten sehingga bisa untuk dikembangkan sebagai mana cita-cita IMM itu sendiri, jangan hanya mencari kader sebanyak-banyaknya namun setelah itu tidak terperhatikan atau tidak terpantau, kalau ini semua terjadi maka akan terjadilah IMM hanya besar namanya saja namun kualitasnya tidak memuaskan.

Bidang keilmuan, berbicara tentang keilmuan maka teringat dengan selogan yang biasa diucapkan atau dilontarkan oleh setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) “Anggun dalam Moral Ungngul Dalam Intelektual”. 

Kata-kata unggul dalam Intelektual disini sebenarnya merupakan PR besar bagi bidang keilmuan sebab dikala kader IMM hanya jadi penonton saja maka ini merupakan tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh bidang keilmuan dengan berbagai cara yang harus dilakukannya. 

seperti mengadakan seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan maupun diskusi-diskusi terkait dengan kabar hari ini sehingga setiap kader IMM tidak ketinggalan dalam ilmu pengetahuan. Kader IMM semestinya bisa menjadi gerda terdepan untuk mempolopori perkembangan ilmu dan teknologi di era ini. 

Dan begitupun seharusnya bidang-bidang yang lain harus bisa juga memberikn stimulus kepada pergerakan IMM ini supaya IMM ini dinyatakan sebagai Pergerakan pasti yang akan membawa kepada perubahan.
KESIMPULAN
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan organisasi otonom Muhammadiyah yang mewadahi mahasiswa. Organisasi ini bergerak dalam wilayah kegamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan. 

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berdiri pada 14 Maret 1964 oleh Djazman Alkindi. Sejarah lahirnya bertepatan dengan situasi bangsa yang sedang goncang. Maraknya paham komunisme yang melanda negeri ini seperti adanya PKI, membuat terombang-ambingnya ideologi negara yakni Pancasila.

Pergerakan IMM ini semestinya harus melibatkan seluruh bidang yang ada untuk menggapai kemajuan zaman seperti organisasi-organisasi yang terdahulu yang mana mereka bisa memplopori pergerakan rakyat untuk melawaan penjajahan pada masanya, jika semua itu telah berjalan dengan semestinya maka tidak adalagi alasan bagi IMM untuk menjadi penonton di negri ini dikala terjadi perihal yang sangat mengkhawatirkan.

SARAN
Disetiap perbuatan mesti ada ketidak samaannya dengan perbuatan orang lain maka pada hari ini mungkin tulisan ini sungguh sangat berbeda dan bahkan sangat rancu sekali namun terlepas dari itu semua harap dimaklumi bahwa penulis bukanlah penulis seniman yang bisa mengukir kata-kata dengan indah sehingga enak didengar.

 Dan tidak terlepas pula dari itu semua bahwa penulis haynyalah merupakan keder yang ada disudut-sudut kampung serba kekurangan namun semangat kami tidak akan mundur sedikitpun untuk mengembangkan pergerakan ini yang betul-bwtul kami niatkan untuk perkembangan zaman.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anthony Reid, Indonesia, Revolusi, & Sejumlah Isu Penting, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2018)
Parakitri T Simbolon, Menjadi Indonesia, ( Jakarta : Kompas, 2006)
Pramodya Ananta Toer, Rumah Kaca, (Jakarta: Hasta Mitra, 1998)
Suharsih, Ing Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia, (Yogyakarta: Resist Book, 2007)
W.F Wertheim, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi Studi Perubahan Sosial, ( Yogyakarta: Tiara Wacana)





Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMMawan Noverman terpilih sebagai Ketua Umum PK Fatarfais IMM Kuansing dan IMMawati Rola Helmamalini sebagai Ketua Umum Pk Mas Mansur IMM Kuansing

PC IMM KUANSING berharap Bupati dan Wabub terpilih mendidik Masyarakat Kuansing Demokrasi santuy seperti yang telah dilakukan Bupati H. Mursini dan H. Halim