Siapakah Kader Muhammadiyah
Oleh IMMawan Safry Andi
Kader Muhammadiyah adalah tenaga inti penggerak persyarikatan yang memiliki totalitas jiwa, sikap, pemikiran, wawasan, kepribadian, dan keahlian sebagai pelaku atau subyek dakwah Muhammadiyah di segala lapangan kehidupan.
Karena itu, kader Muhammadiyah harus senantiasa teruji dan terdidik dalam keseluruhan dimensi kemanusiaannya itu, sehingga mampu mengemban misi Muhammadiyah kini dan masa mendatang dalam berbagai tantangan zaman .
Muhammadiyah tidak menunggu kader-kadernya lahir tanpa diusahakan. Sejak K.H Ahmad Dahlan sampai sekarang, kader Muhammadiyah diusahakan kelahirannya.
Bahwa usaha itu masih belum optimal dan tidak sepenuhnya selalu berhasil, karena masih banyak faktor yang mempengaruhinya. Usaha kaderisasi itu dilakukan melalui tiga jalur:
1. Jalur pendidikan Muhammadiyah, melalui sekolah-sekolah khusus kader seperti Muallimin, Muallimat dan sekolah Muhammadiyah yang bersifat umum yang merupakan pendidikan alternatif dan pendidikan pondok pesantren yang saat ini bersifat terbatas.
2. Jalur informal di keluarga, di mana para keluarga Muhammadiyah mendidik putra-putrinya sebagai kader Muhammadiyah di masa datang.
3. progran khusus MPK beserta organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah yang telah berlangsung lama sesuai dengan keberadaan kelembagaannya.
Kini Muhammadiyah pun masih prihatin dengan fenomena kelangkaan kader ulama seperti sering diungkapkan belakangan ini, dan secara serius pernah dikemukakan oleh Allahu yarham K.H Ahmad Azhar Basyir di beberapa kesempatan.
Kader ulama yang dimaksudkan tidak lain sebagai figur kader Muhammadiyah yang memiliki ilmu khusus secara mendalam tentang keislaman (Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ilmu-ilmu Islam Klasik). Kesan itu sebenarnya menunjukkan tiga kecenderungan.
Pertama, dalam Muhammadiyah tidak terdapat tradisi yang kuat untuk menyebut seorang kader atau pemimpinnya dengan sebutan Ulama atau Kiai, walau pun kualitas yang bersangkutan menunjukkan keulamaan atau kekiaian yang handal, sehingga standar kualifikasinya tinggi sekali.
Kedua, kekurangan ulama dalam pengertian selama ini dimaksudkan, memang rasional sejalan dengan ketidakberimbangan antara jumlah umat dengan kader-kader ulamanya.
Ketiga, memang yang lebih berkembang di Muhammadiyah adalah lembaga-lembaga pendidikan umum yang menghasilkan kader di berbagai lapangan, sedangkan pendidikan khusus yang mendidik ulama khusus lebih terbatas seperti melalui Madrasah Muallimin/Muallimat dan Pondok Pesantren .
Berpangkal dari latar belakang diatas maka penulis mengangkat judul dari tulisan ini yaitu “Kader Militan Muhammadiyah”,
A. PENGERTIAN KADER DAN KADERISASI
Kader adalah sekumpulan manusia terbaik yang terdidik dan terlatih yang merupakan tenaga inti dari kelompok yang terorganisir secara permanen. Peran dan tugas pokoknya adalah mengembangkan gerak organisasi dan menghindarkan ideologi dari distorsi.
Istilah kader pada umumnya menunjukkan pada pengertian kelompok elite atau inti sebagai bagian kelompok atau jamaah yang terpenting dan yang telah lulus dalam proses seleksi.
Sedangkan kaderisasi adalah suatu proses dalam membentuk kaderkader baru dalam sebuat organisasi tersebut. Selain itu, kaderisasi juga menciptakan kader-kader yang mendukung sesuai dengan yang diinginkan, bukan paksaan semata.
yang dilakukan oleh para kader tersebutlah yang kemudian membingkai gambaran organisasi agar terlihat lebih jelas dan membedakannya dengan yang bukan gambar ataupun gambaran organisasi lain.
Dari pengertian tentang kader dan kaderisasi di atas, maka jelaslah perbedaan keduanya yaitu kader mengacu pada sosok individu-individu terpilih dalam suatu organisasi, sedangkan kaderisasi mengacu proses melahirkan kader.
Dalam sebuah organisasi, kader menjadi sangat penting karena kedudukannya sebagai inti organisasi dan pelanjut estafet kepemimpinan. Tanpa adanya kader, regenerasi kepemimpinan dan dinamika dalam organisasi bisa mandek.
B. SUMBER KADER BAGI MUHAMMADIYAH
Pada organisasi apapun, termasuk Muhammadiyah, kaderisasi merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi sebuah organisasi.
Organisasi yang baik harus mempunyai pola kaderisasi yang baik pula untuk menciptakan para pemimpin baru di masa depan. Karena keberlanjutan organisasi adalah munculnya kader-kader yang memiliki kapabilitas dan komitmen terhadap dinamika organisasi untuk masa depan.
Artinya masa depan Muhammadiyah ada di tangan para kadernya sekarang yang akan menggantikan pimpinannya saat ini.
Kaderisasi bisa diibaratkan sebagai jantungnya sebuah organisasi, tanpa adanya kaderisasi rasanya sulit dibayangkan suatu organisasi mampu bergerak maju dan dinamis.
Bung Hatta pernah bertutur mengenai kaderisasi, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus menanam.”
Adapun fungsi kaderisasi dalam sistem gerakan Muhammadiyah adalah antara lain,
1) sebagai wahana penyiapan atau pembinaan pelaku/subjek dakwah dan penggerak organisasi yang disebut kader dan pemimpin, dan
2) Dan sebagai factor dinamik dalam memlihara kelangsungan perjuangan atau gerakan Muhammadiyah.
Di lingkungan Muhammadiyah setidaknya ada tiga sumber kader bagi Muhammadiyah, yaitu:
1. Keluarga Muhammadiyah, yaitu keluarga yang bapak atau ibunya sebagai anggota atau aktif dalam kegiatan Muhammadiyah maka keluarga (anak, suami atau isteri) mereka merupakan kader Muhammadiyah.
2. Lembaga-Lembaga Muhammadiyah, yaitu mereka yang terlibat dalam kegiatan di organisasi milik Muhammadiyah seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan sebagainya.
3. Angkatan Muda Muhammadiyah, yaitu mereka yang aktif dalam organisasi-organisasi Muhammadiyah seperti IRM (sekarang IPM), IMM, Tapak Suci Putera Muhammadiyah dan sebagainya.
Sementara itu dalam keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Banda Aceh tahun 1995 bahwa sumber kader Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah, lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah, organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah dan dari luar Muhammadiyah (simpatisan).
Pembagian sumber kader Muhammadiyah di atas tidaklah bersifat mutlak, artinya seseorang bisa saja berasal dari salah satunya atau semuanya. Pengelompokan tersebut hanya untuk mempermudah untuk mengkalkulasi dan melakukan pembinaan generasi muda Muhammadiyah.
C. Model Perkaderan di Muhammadiyah
Model adalah visualisasi atau kontruksi konkrit dari suatu konsep yang akan dibangun atau dikembangkan sesuai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Model perkaderan di sini adalah model perkaderan yang termaktub didalam Sistem Perkaderan Muhammadiyah dan Panduan Perkaderan Ulama Tarjih Muhammadiyah.
Proses kaderisasi di Muhammadiyah tidak selalu identik dengan training. Artinya proses kaderisasi tidak hanya dilakukan secara formal namun juga secara non formal dan informal.
Menurut Zubaedi dalam bukunya yang berjudul “pendidikan berbasis masyarakat; upaya menawarkan solusi terhadap berbagai problem sosial”, jika dipetakan model kaderisasi di Muhammadiyah ditempuh dengan tiga model, yaitu:
- Pertama. model hubungan atau interaksi antar individu ini agak mirip dengan pemagangan, yakni mereka belajar dengan mengamati teknik-teknik dari orang tua, para aktifis yang telah berpengalaman, mengajukan pertanyaan dan berpartisipasi dalam rutinitas kerja untuk memperluas kemapuan.
- Kedua, model training yakni dengan darul arqam dan baitul arqam.
- Ketiga, model non training, yakni dengan aktifitas non training yang bermuatan kaderisasi (aktifitas dalam kepanitiaan, kepengurusan dan kepengelolaan) dan aktifitas non training berupa agenda khusus yang dirancang Muhammadiyah.
Dalam buku Sistem Pengkaderan Muhammadiyah MPK PP Muhammadiyah Pengkaderan di Muhammadiyah dilaksanakan dengan berbagai macam jenis kegiatan yang terarah, terprogram dan kontinu. Secara umum, model kaderisasi ini dilaksanakan melalui dua (2) kategori, yaitu pengkaderan utama dan pengkaderan fungsional:
a. Perkaderan Utama
Model perkaderan utama diwujudkan dalam bentuk pendidikan atau pelatihan untuk menyatukan visi dan nilai ideologis serta aksi gerakan yang dilaksanakan oleh Pimpinan Muhammadiyah atau Majelis Pendidikan Kader disetiap level pimpinan. Model pengkaderan ini diselenggarakan dengan model kurikulum dan dalam waktu tertentu pula. Ada dua model kaderisasi yaitu Darul Arqam dan Baitul Arqam.
1. Darul Arqam
Konsep Darul Arqam Muhammadiyah adalah “Darul Arqam merupakan bentuk kegiatan kaderisasi yang utama dan khas dalam Sistem Perkaderan Muhammadiyah yang bertujuan untuk membentuk sistem cara berpikir dan sikap kader dan pemimpin yang kritis, terbuka dan penuh komitmen terhadap Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma‟ruf nahi mungkar, dan tajdid”. Darul Arqam diselenggarakan di tingkat Pimpinan Pusat dan wilayah serta pimpinan AUM. Waktu pelaksanaa dan cakupan materinya berbeda-beda, sebagaimana tabel di bawah ini:
NO TINGKAT WAKTU
1 Pimpinan Pusat 1 Minggu
2 Pimpinan Wilayah 5 Hari
3 Pimpinan AUM 4 Hari
2. Baitul Arqam
Bentuk kegiatan Baitul Arqam lebih sederhana dibandingkan Darul Arqam, artinya segi waktu dan kurikulumnya berbeda. Secara singkat dapat dipahami dari tabel berikut ini:
NO TINGKAT WAKTU
1 Pimpinan Pusat 3 Hari
2 Pimpinan Wilayah 2 Hari
3 Pimpinan Ranting 2 Hari
4 Pimpinan AUM (middle manager) 3 Hari
5 Karyawan 2 Hari
Penyederhanaan ini agar kegiatan Baitul Arqam dapat mencakup peserta yang lebih banyak dan sasaranya adalah terutama simpatisan, anggota, pimpinan Muhammadiyah, dan pimpinan (middle manager ke bawah) serta karyawan Amal Usaha Muhammadiyah.
Perkaderan Fungsional
Model perkaderan fungsional ini dilaksanakan dalam rangka mensupport jenis kegiatan perkaderan utama dan juga dalam rangka pengembangan kader. Bentuk-bentuk perkaderan yang termasuk dalam kategori ini adalah sekolah kader, pelatihan instrukur, dialog ideopoliter, pengajian Pimpinan, pengajian Khusus, pelatihan tata kelola organisasi/up grading, dan diklat khusus.
Sekolah Kader
Sekolah kader adalah lembaga sekolah formal di persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki karakteristik khusus dan program resmi sebagai wadah pendidikan kader baik tingkat pelajar maupun mahasiswa.
Di antaranya adalah Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Kab. Kuantan Singingi, Ponpes KH. Ahmad Dahlan dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Prov. Riau Universitas Muhammadiyah Riau, Madrasah Mu‟allimin dan Mu‟allimaat Muhammadiyah Kab. Kuantan Singingi. Aturan pendirian sekolah kader hanya bisa dilaksanakan atas dasar ketetapan PP. Muhammadiyah.
Pelatihan Instruktur
Pelatihan ini diselenggarakan sebagai salah satu model kegiatan kaderisasi pendukung untuk meningkatkan kemampuan kader Muhammadiyah sebagai instruktur diberbagai macam bentuk kegiatan perkaderan di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah.
Dari sekian jenis dan bentuk kaderisasi di atas, maka dari sanala akan lahir nantiknya kader-kader yang memang loyal terhadap persyarikatan ini, setiap kader yang mengikuti pelatihan-pelatihan pasti mereka akan merasakan bagaimana perjuangan yang selama ini dialami oleh pendiri Persarikatan ini, sehingga setiap kader itu akan menjadi agresif dan aktif (Militan), didalam menjalankan roda pergerakan ini yang seiring dan seirama dengan tujuan Agama Islam yaitu Menjadi pemotor dalam menjalankan urusan ke Agamisan dan Sosialais.
PENGERTIAN MILITAN
Istilah militant sering dimaknai negatif akhir-akhir ini di Indonesia, kata militant dikaitkan dengan kata Radikalisme, gerakan fundamental Agama, dan terorisme. Kata militant sebenarnya memiliki terjemahan yang positif, kata militant mempunyai pengertian bersemangat tinggi atau penuh pengabdian. Istilah militant diartikan bersemangat tinggi, penuh gairah dan berhaluan keras.
Mariam Webster dictionary menyatakan kata militant termasuk kata sifat. Kata ini pertama sekali dimasukkan kedalam kamus pada abad-15. Dalam kamus ini militan memiliki defenisikan sebagai “engaged in warfare or combat” (disibukkan dalam peperangan atau pertempuran. Dalam kamus ini juga disebutkan militant adalam menjunjukkan sifat Agresif dan Aktif.
Militan sebagai kata sifat juga juga didefenisikan dengan berjuang atau berperang, arti lainya memiliki karakter bertempur, agresif, khususnya dalam menghadapi sutu perkara, militant sebagai kata benda didefenisikan sebagai perjuangan, pertempuran atau Agresivitas baik individu maupun kelompok.
Karakter militan lebih dimaknai dengan berperang, bertempur dan agresif baik dilakukan oleh individu maupun kelompok, maka hal ini bertentangan dengan konteks Indonesia yang plural, yang multikultul. Indonesia merupakan Negara yang bineka tunggal ika, berbeda dalam agama, suku bagsa, adad istiadat, budaya, dan bahasa, sehingga diperlukan karakter toleran warga negaranya.
Toleransi menjadi sebuah tuntutan yang tidak bisa dihindari. Toleransi bukan berarti mentolerir semua hal (permisif) atau sikap menggabungkan semua perbedaan (sinkritisme). Toleransi diartikan merupakan sikap atau sifat toleran, dua kelompok yang saling berbeda kebudayaan yang berhubungan saling berhubungan dengan penuh, atau penyimpangan yang masi dapat diterima dalam pengukuran kerja.
Toleransi merupakan sikap yang menerima perbedaan sebagai sesuatu kodrat dan berkat. Sikap menghargai, menghormati bahwa dirinya dan orang lain diciptakan oleh tuhan secara berbeda, perbedaan dalam batas tertentu yang memang menjadi kodrat harus diterima sebagai suatu berkat dari Tuhan yang maha Esa.
Karakter Toleran/Militan merupakan istilah yang sering kali dikaitkan dengan Agama, dalam konteks tulisan ini mestinya militan diartikan bukan sebagai semangat radikal yang ingin menyingkirkan segala hal yang berbeda, tetapi usaha untuk tetap menegakkan aturan yang fair, yang memberikan kebebasan kepada setiap individu dan kelompok dalam Negara yang sangat beragam dan miltikultur.
Wajar saja semangat militan ini yang menjadi harapan bagi usaha menciptakan Indonesia yang lebih damai, setelah cukup la,ma terpuruk menjadi tidak tergolon Negara yang tidak Toleran, secara khusus antara hubungan atar suku, ras dan antar Agama. Akan tetapi karakter militant mencakup karakter umum yang harus dimiliki oleh anak bangsa Indonesia agar dapat bangkit dari keterpurukannya.
Karakter militant didalam tulisan ini tidak dimaksudkan untuk bidang Agama saja, tetapi merupakan karakter yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara dalam mensikapi segala perbedaan dan persoalan hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Militan sebenarnya telah bersemayam didalam hatinya bangsa Indonesia semenjak lama, dan semangat itulah yang berhasil mengujutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai salah satu Negara yang paling beragam di bumi ini.
Kesediaan menerima bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan merupakan fakta bahwa suku-suku yang lainnya rela untuk tidak menonjolkan bahasa sukunya demi persatuan, demikian pula yang terjadi pada penetapan Pancasila dan UUD 1945.
Membangun karakter militan, secara implisit mengandung arti membangun pola pikir, sifat atau pola berilaku yang didasari atau berkaitan dengan moral militan dalam arti yang positif atau yang baik, bukan yang negative atau yang buruk.
Dengan pengertian diatas dapat diartikan membangun karakter militant merupakan proses mengola proses rohaniah (akal,rasa, dan kehendak) sedemikian rupa, sehingga berbentuk sifat moralitas yang tidak gampang menyerah, bersemangat tinggi, aktif, bergaitah, membela kebenaran, sekaligus menerima perbedaan, menghargai nilai-nilai kemanusian universal.
Sifat-sifat ini menjadi sifat yang unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Keseluruhan sifat ini menjadi identitas dan jati diri, sehingga dapat dibedakan membedakan dengan yang tidak berkarakter atau yang bercela. Membangun dan membentuk karakter militan memerlukan disiplin diri, disiplin diri akan memperkuat kualitas positif yang dimiliki seseorang. Kualitas positif yang dimiliki seseorang tentunya akan menarik dan atraktif bagi orang lain, dan akhirnya akan menjadi pribadi yang unik, dan otentik.
Jadi kader militan tersebut adalah idividu yang memang benar-benar terlatih yang selalu agresif dalam menyikapi apa yang dia hadapi, mereka akan sangat agresif ketika data sudah tidak sesuai lagi dengan fakta dilapangan, mereka adalah individu-individu yang akan mengingatkan kasalahan-kesalahan tersebut tanpa berpikir panjang yang jelas kehidupanini selaras dengan apa yang telah di rencanakan atau apa yang telah dirancang sehingga tidak adanya pelaksanaan yang keluar dari alurnya masing-masing.
Kader Militan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mereka akan agresif ketika Agama dan Sosialis sudah tidak sesuai lagi dengan koridor yang ada mereka lah yang seharusnya membenarkan kekeliruan tersebut, namun saying jika mereka yang seharusnya menjadi pelurus ekstapet kepemimpinan ini malah hanyut terbuai oleh kesenangan-kesenangan yang diberikan oleh mereka-mereka yang memegang kekuasaan, maka disitulah akan terjadinya kongkalikong idialis seorang kader dengan kesenangan yang disuguhkan para pemangku jabatan, namun harapan kami kepa setiap individu kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bahwa kita adalah satu-satunya harapan yang berdiri pada tengah-tengah untuk mengherai perdebatan-perdebatan yang terjadi.
Kader Militan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus bisa menjadi hakim disaat kecurangan telah terjadi pada Bangsa dan Agama ini, untuk itu jangan sekali-sekali kita gadaikan jas mewah idialisme kita kepada mereka-mereka yang memiliki kepentingan, sebab yang seharusnya mengatur mereka adalah kita, karena derajat masyarakat lah yang paling tertinggi didalam hidup berNegara maka karena itu kita adalah pelopor perubahan yang diharapkan oleh seluruh masyarakat ataupun rakyat Republik Indonesia untuk menjadi Negara yang berkemajuan.
Fastabiqul Khoirat merupakan minyak yang akan menyalakan api semangat kita didalam mempertahankan Jas mewah idealisme, karena tujuan kita didalam memperjuangkan ini semua adalah semata-mata Ridho Allah Illahirabbi.
Billahi Fisabililhaq Fastabuqul Khairat.
KESIMPULAN
Kader Militan tersebut adalah idividu yang memang benar-benar terlati yang selalu agresif dalam menyikapi apa yang dia hadapi, mereka akan sangat agresif ketika data sudah tidak sesuai lagi dengan fakta dilapangan, mereka adalah individu-individu yang akan mengingatkan kasalahan-kesalahan tersebut tanpa berpikir panjang yang jelas kehidupanini selaras dengan apa yang telah di rencanakan atau apa yang telah dirancang sehingga tidak adanya pelaksanaan yang keluar dari alurnya masing-masing, dan Kader Militan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mereka akan agresif ketika Agama dan Sosialis sudah tidak sesuai lagi dengan koridor yang ada mereka lah yang seharusnya membenarkan kekeliruan tersebut, namun saying jika mereka yang seharusnya menjadi pelurus ekstapet kepemimpinan ini malah hanyut terbuai oleh kesenangan-kesenangan yang diberikan oleh mereka-mereka yang memegang kekuasaan, maka disitulah akan terjadinya kongkalikong idialis seorang kader dengan kesenagan yang disuguhkan para pemangku jabatan, namun harapan kami kepa setiap individu kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bahwa kita adalah satu-satunya harapan yang berdiri pada tengah-tengah untuk mengherai perdebatan-perdebatan yang terjadi, kita lah yang akan menjadi hakim disaat kecurangan telah terjadi pada bangsa dan agama ini, untuk itu jangan sekali-sekali kita gadaikan baju idialisme kita kepada mereka-mereka yang memiliki kepentingan, sebab yang akan mengatur mereka kita seharusnya, karna derajat masyarakat lah yang tertinggi didalam hidup bernegara ini maka kita adalah salah satu pelopor perubahan yang diharapkan oleh seluruh masyarakat ataupun rakyat Republik Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Jazman. Muhammad. Muhammadiyah, Pemberdayaan Umat. (Yogyakarta: 2000. Muhammadiyah University Press.)
MPK PP Muhammadiyah. Sistem Perkaderan Muhammadiyah. (Yogyakarta: MPK PP Muhammadiyah. 2015)
M Darson Hamid, M. Yusron Asrofie dkk, Kader Persyarikatan dalam Persoalan, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2002)
Nashir, Haedar. Ideologi Gerakan Muhammadiyah. (Yogyakarta: 1992, Suara Muhammadiyah.)
Nashir, Haedar. Revitaslisasi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: BIGRAF Publishing.2000)
Rukmana, Nana. Strategi Partnening: Model Manajemen Pendidikan Berbasis Kemitraan. (Bandung: Alfabeta. 2006)
Wahyudi, Immawan. "Strategi Perkaderan dan Penyiapan Pimpinan Muhammadiyah", dalam Imron Nasri (penyunting). Kader Persyarikatan Dalam Persoalan. (Yogyakarta: 2002.Suara Muhammadiyah.)
Wahyudi, Andi. Muhammadiyah dalam Gonjang Ganjing Politik; Telaah Kepemimpinan Muhammadiyah Era 1990. (Yogyakarta: Media Pressindo. 1999)
Zubaedi. Pendidikan Berbasis Masyarakat; Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006)
Komentar
Posting Komentar